Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2008

FOTO

Gambar
DYAH ISMII QOMARUN NINGTYAS KUSMIYATI PASHA "UNGU "

KUMPULAN PUISI

TuhankuDalam termangu, aku masih menyebut namaMuWalau susahsungguhMengingat kau penuh seluruhTuhankuAku hilang bentukRemukTuhankuDi pintuMu aku me­ngetukAku tidak bisa berpaling Chairil Anwar , khairil Anwar Komentar (0) DI MESJID 07:15 Author: whandie Kuseru saja DiaSehingga datang jugaKami pun bermuka-muka.Seterusnya Ia menyala-nyala dalam dada.Segala daya memadamkannyaBersimbah peluh diri yang tidak bisa diperkudaIni ruangGelanggang kami berperangBinasa-membinasaSatu menista lain gila. 29 Mei 1943 Chairil Anwar , khairil Anwar Komentar (0) RUMAHKU 07:14 Author: whandie Rumahku dari unggun-timbun sajakKaca jernih dari luar segala nampakKulari dari gedong lebar halamanAku tersesat tak dapat jalanKemah kudirikan ketika senjakalaDi pagi terbang entah ke manaRumahku dari unggun-timbun sajakDi sini aku berbini dan beranakRasanya lama lagi, tapi datangnya datangAku tidak lagi meraih petangBiar berleleran kata manis maduJika menagih yang satu.27 April 1943 Chairil Anwar , khairil Anwa

LASKAR PELANGI

Saya sudah menonton film Laskar Pelangi di Bioskop Margo City Depok, sangat menyentuh dan penuh makna. Lalu, karena saya masih penasaran dan sangat tertarik dengan cerita dan pesan yang disampaikan, saya nonton lagi di Lippo Cikarang karena rumah saya disekitar situ, Liburan Lebaran diisi dengan tontonan bermanfaat. Meskipun saya nonton berkali-kali, tak bosan-bosan rupanye (pake logat Belitong) Pejuang Pendidikan, Pahlawan Pendidikan, gelar yang pantas dimiliki Bu Muslimah, Pak Harfan, dan Pak Zulkarnaen. Mereka bertiga yang senantiasa sabar dan penuh kasih sayang membina Laskar Pelangi menjadi orang berakhlak dan mulia. Hingga tidaklah berlebihan jika Laskar Pelangi dikatakan terlahir dari kasih sayang. Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005 . Novel ini bercerita tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah ( SD dan SMP ) di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan ket

CERPEN

BURUNG JELITA Pagi-pagi buta aku sudah terbangun oleh dering handphoneku yang senada ketika ia berputar bergesekan dengan meja. Sungguh mengesalkan terbangun seperti itu. Aku berusaha tidak mengubrisnya tapi percuma. Telepon itu dari Sinta. Dan kalau tidak aku angkat, maka mampuslah aku. Jadi aku angkat telepon itu, dengan benar-benar enggan.“Halo?”“Banguun, Say. Kau tidak lupa janji kita, kan?” kata Sinta, bertepatan dengan saat aku mengeluarkan uap panjangku.“Apa? Oh, iya. Tentu saja. Aku, err..dalam perjalanan kesana.” Bohong.“Bohong. Aku dengar tadi kau menguap. Sudah kamu di situ saja. Biar aku yang kesana.” Sinta memutuskan hubungan. Sepertinya ia sedang berada di dalam bus. Sungguh berisik. Begitulah bus kota. Dan itulah kenapa aku lebih memilih naik sepeda. Kadang Sinta mewanti-wanti supaya aku mau sekali-kali naik bus. Katanya ia sulit melihatku belakangan ini. Tentu aku naik bus sekali-kali. Tapi tidak setiap kali. Banyak kejahatan terjadi di dalam bus. Dan kasus kecelakaan j

CERPEN

BIOLA UNTUK REVA Pagi kembali menyambut, saat mentari masih bersembunyi malu di balik bukit tampak seorang gadis berambut panjang duduk di atas hijaunya padang rumput. Nama gadis itu adalah Reva, seorang gadis dengan seribu pesona yang ada padanya. Selain cantik Reva memiliki prestasi yang sangat membanggakan di sekolahnya. Dan satu hal lagi, Reva mempunyai suatu kegemaran yaitu memainkan biola. Di tengah segar udara pagi Reva dengan lembut memainkan biola di tangannya. Maka terdengarlah alunan merdu mengiringi kicau burung yang terbang dengan riangnya menyambut hari. Di saat Reva sedang asyik dengan biolanya, tiba-tiba terdengar seoarang lelaki memanggil namanya dari dalam rumah. “Reva, dimana kamu?” teriak ayah Reva dari dalam rumah. Mendengar panggilan itu Reva langsung menghentikan permainan biolanya dan menyembunyikannya di balik semak. Setelah menyembunyikan biola kesayangannya itu ia langsung berlari menuju rumah. “Ya Ayah ! Reva disini,“ jawab Reva dengan nafas terengah – engah