BIODIESEL DAN BIOGASOLINE RIKI SANJAYA
III.1 Biodiesel
Merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.
Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Dia merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
III.1.1 Membuat Diodiesel
Pada skala kecil dapat dilakukan dengan bahan minyak goreng 1 liter yang baru atau bekas. Methanol sebanyak 200 ml atau 0.2 liter. Soda api atau NaOH 3,5 gram untuk minyak goreng bersih, jika minyak bekas diperlukan 4,5 gram atau mungkin lebih. Kelebihan ini diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas atau FFA yang banyak pada minyak goreng bekas. Dapat pula mempergunakan KOH namun mempunyai harga lebih mahal dan diperlukan 1,4 kali lebih banyak dari soda. Proses pembuatan; Soda api dilarutkan dalam Methanol dan kemudian dimasukan kedalam minyak dipanaskan sekitar 55 oC, diaduk dengan cepat selama 15-20 menit kemudian dibiarkan dalam keadaan dingin semalam. Maka akan diperoleh biodiesel pada bagian atas dengan warna jernih kekuningan dan sedikit bagian bawah campuran antara sabun dari FFA, sisa methanol yang tidak bereaksi dan glyserin sekitar 79 ml. Biodiesel yang merupakan cairan kekuningan pada bagian atas dipisahkan dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan bagian bawah dari cairan. Untuk skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk memperoleh gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa methanol yang tidak bereaksi.
III.1.2 Mengapa Minyak Bekas Mengandung Asam Lemak Bebas?
Ketika minyak digunakan untuk menggoreng terjadi peristiwa oksidasi, hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam. Proses ini bertambah besar dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan makanan. Adanya asam lemak bebas dalam minyak goreng tidak bagus pada kesehatan. FFA dapat pula menjadi ester jika bereaksi dengan methanol, sedang jika bereaksi dengan soda akan mebentuk sabun. Produk biodiesel harus dimurnikan dari produk samping, gliserin, sabun sisa methanol dan soda. Sisa soda yang ada pada biodiesel dapat henghidrolisa dan memecah biodiesel menjadi FFA yang kemudian terlarut dalam biodiesel itu sendiri. Kandungan FFA dalam biodiesel tidak bagus karena dapat menyumbat filter atau saringan dengan endapan dan menjadi korosi pada logam mesin diesel.
Krisis minyak bumi di dunia memang tidak mungkin diatasi, karena bahan baker fosil itu sudah tidak dapat diproduksi lagi. Tapi kita masih bisa mencari ALTERNATIVE dengan menggunakan biodisel yang masih memungkinkan untuk di kembangkan atau ditanam.
BIODISEL bisa menggunakan Minyak Jarak, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Biji Matahari, dan lainnya. Bahkan kita juga bisa menggunakan minyak jelantah (minyak goreng bekas pakai) yang harganya sangat murah. Minyak jelantah bisa didapat dari limbah industri makanan. Meskipun awalnya terlihat tidak menarik karena kotor dan bau tidak enak, tetapi setelah diberikan BLEACHING EARTH minyak jelantah itu akan menjadi lebih jernih karena terpisah dari kotorannya.
Cara pembuatan biodisel dari minyak jelantah sebagai berikut:
- Campurkan minyak jelantah dengan asam metoksida (yang merupakan reaksi antara NaOH dengan methanol)
- Panaskan reaksi diatas dalam suhu 60oC ( jangan melebihi 70oC karena terjadi reaksi penyabunan) selama kurang lebih 1 jam
- Akan terbentuk 2 lapisan
- Bagian bawah terbentuk gliserol (bisa digunakan untuk bahan dasar sabun)
- Bagian atas yang merupakan biodisel dicuci dengan air.
- Pisahkan dari airnya.
Biodiesel sudah bisa dipakai dengan dicampurkan pada bensin atau solar.
III.1.3 Konversi Minyak Jelantah Ke Biodiesel
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang cukup tinggi tentu dapat menimbulkan dampak yang signifikan pada masyarakat, terutama sektor industri kecil makanan berbasis gorengan seperti pedagang camilan gorengan (tahu,combro,bala-bala,pisang gorenga,dll), Ayam Goreng, ataupun Pecel Lele. Secara kuantitatif jumlah pedagang kecil ini cukup banyak dan tersebar di hampir seluruh penjuru kota. Inti dari proses produksi pedagang kecil ini adalah menggoreng, dimana diperlukan minyak goreng dan kompor berbahan bakar minyak. Dengan adanya kenaikan harga jual BBM maka otomatis biaya produksi juga mengalami peningkatan. Di sisi lain daya beli konsumen melemah akibat terjadinya inflasi. Untuk itu kami mencoba mengembangkan suatu teknologi sederhana untuk menghasilkan sumber energi alternatif, khususnya bagi para pedagang makanan berbasis gorengan. Adapun sumber daya energi yang diperlukan adalah minyak Jelantah atau minyak bekas menggoreng. Tentu para pedagang gorengan ini memiliki “sisa” minyak goreng sehabis berjualan seharian. Minyak-minyak sisa ini dikumpulkan dan diubahsuaikan menjadi biodisel. untuk selanjutnya biodisel ini dapat menjadi BBM bagi kompor pedagang gorengan yang telah disesuaikan. Dapat pula menjadi BBM bagi gerobak jualan yang dilengkapi dengan motor disel (Trasco) yang biasa dipergunakan sebagai catu daya kinetik pemarut kelapa di pasar.
Biodiesel dibuat dari minyak jelantah dengan proses konversi trigliserida dalam minyak jelantah tersebut menjadi metil atau etil ester dengan proses yang disebut transesterifikasi. Proses transesterifikasi mereaksikan alkohol dengan minyak untuk memutuskan tiga rantai gugus ester dari setiap cabang trigliserida. Reaksi ini memerlukan panas dan katalis basa untuk mencapai derajat konversi tinggi dari minyak jelantah menjadi produk yang terdiri dari biodiesel dan gliserin.
Metoda pembuatan biodisel yang dipergunakan dalam program ini adalah metoda Mike Pelly, dimana secara umum dilakukan proses penambahan katalis basa (NaOH) dan kemudian direaksikan dengan Natrium Metoksida. Sebelum melakukan proses penambahan NaOH dilakukan dulu proses titrasi untuk mencari jumlah NAOH atau katalis basa yang sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan Natrium Metoksida terdiri dari Natrium Hidroksida yang dilarutkan dalam Metanol. Di penghujung proses ini biodisel yang dihasilkan dipisahkan dari produk antaranya (gliserin) dan dicuci secara asam dengan metoda pencucian gelembung dari Universitas Idaho.
CH3ONa
Trigliserida
Metil ester
Gliserin
H O O H
H C C R1 R1 C OCH3 H C OH
H C C R2 O + H C OH
O R2 C OCH3 H C OH
H C C R3 O
H
H O R3 C OCH3
Skema Reaksi Kimia Ptransesterifikasi pada Minyak Jelantah
Proses kimiawi dalam teknologi sederhana konversi jelantah menjadi biodisel ini dapat dilakukan hanya dengan membangun sarana produksi sederhana. Infrastrukturnya dapat saja dimiliki oleh Koperasi Pedagang Gorengan ataupun Paguyuban Pedagang Gorengan, atau mungkin dibangun oleh para juragan pedagang gorengan. Adapun secara teknis tahapan dan langkah-langkah produksi (resep) adalah sebagai berikut :
1. Penyaringan.
Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran besar atau pengotor yang ada pada minyak. Minyak dipanaskan terlebih dahulu pada suhu sekitar 30-35oC lalu disaring dengan menggunakan saringan kopi atau teh, atau bisa juga menggunakan kain.
2. Penghilangan air.
Penghilangan air dalam minyak dilakukan dengan memanaskan minyak pada temperatur 120oC sampai tidak ada lagi gelembung. Lalu minyak tersebut didinginkan.
3. Pengambilan sampel.
Sampel dari bahan baku minyak bekas yang telah mengalami proses penghilangan air, diambil 1 mL untuk titrasi.
4. Titrasi.
Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah NaOH yang harus ditambahkan. Untuk bahan baku minyak baru, langkah titrasi ini tidak diperlukan. Satu mililiter sampel minyak bekas dilarutkan dalam 10 mL isopropil alkohol, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 %. Larutan ditambahkan dengan indikator fenolftalin beberapa tetes. Volume NaOH yang diperlukan untuk mengubah warna larutan adalah massa NaOH yang diperlukan.
5. Pembuatan Natrium Metoksida.
Untuk pembuatan natrium metoksida, 3,0-3,5 gram NaOH diperlukan untuk bahan baku yang berasal dari minyak baru, dilarutkan dalan gelas kimia yang berisi metanol sebanayak 10% dari volume minyak. Sedangkan untuk minyak bekas, ditambahkan dengan jumlah hasil titrasi. Larutan diaduk dengan bantuan pengaduk magnetik (magnetic stirrer).
6. Reaksi
Reaksi berlangsung selama 50-60 menit pada temperatur konstan dengan tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. memanaskan minyak pada temperatur 48-55oC dengan penangas parafin.
b. melakukan pengadukan dengan menggunakan motor pengaduk pada kecepatan 500-600 rpm.
c. setelah 50-60 menit, pemanasan dihentikan, tetapi pengadukan tetap diteruskan selama beberapa menit.
7. Pengendapan.
Pengendapan gliserin dilakukan dengan cara membiarkan larutan selama 12-20 jam agar terjadi pemisahan antara gliserin dan produk biodiesel. Pengendapan ini dilakukan dalam ruang pemanas atau inkubator pada temperatur diatas 38oC, untuk menjaga agar gliserin tidak memadat.
8. Pemisahan.
Pemisahan gliserin dengan biodiesel dilakukan dengan bantuan corong pemisah. Jika sulit untuk dipisahkan, maka semua larutan disertakan untuk reaksi tahap berikutnya.
9. Pencucian
Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan produk biodiesel dari kandungan gliserin, sabun, dan pengotor-pengotor lainnya. Pencucian dilakukan dengan cara menambahkan asam asetat pekat dan aquades pada biodiesel, serta dilakukan dengan bantuan udara tekan atau aerasi selama 5-6 jam. Asam asetat pekat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai pH biodiesel netral., sedangkan aquades yang ditambahkan sebanyak ± 50 % dari volume biodiesel. Metoda pencucian ini mengikuti “IDAHO BUBBLE WASHING METHOD” yang telah dikembangkan di Universitas Idaho. Setalah pencucian selama 5-6 jam, larutan dibiarkan selama 12-24 jam sampai air terpisah dari biodiesel. Kemudian dilakukan pemisahan berdasarkan massa jenis dengan menggunakan corong pemisah.
10. Pengeringan
Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalm biodiesel. Biodiesel dipanaskan pada suhu 100oC sampai tidak ada lagi gelembung air. Kemudian biodiesel didinginkan.
Biodiesel dibuat dari minyak jelantah dengan proses konversi trigliserida dalam minyak jelantah tersebut menjadi metil atau etil ester dengan proses yang disebut transesterifikasi. Proses transesterifikasi mereaksikan alkohol dengan minyak untuk memutuskan tiga rantai gugus ester dari setiap cabang trigliserida. Reaksi ini memerlukan panas dan katalis basa untuk mencapai derajat konversi tinggi dari minyak jelantah menjadi produk yang terdiri dari biodiesel dan gliserin.
Metoda pembuatan biodisel yang dipergunakan dalam program ini adalah metoda Mike Pelly, dimana secara umum dilakukan proses penambahan katalis basa (NaOH) dan kemudian direaksikan dengan Natrium Metoksida. Sebelum melakukan proses penambahan NaOH dilakukan dulu proses titrasi untuk mencari jumlah NAOH atau katalis basa yang sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan Natrium Metoksida terdiri dari Natrium Hidroksida yang dilarutkan dalam Metanol. Di penghujung proses ini biodisel yang dihasilkan dipisahkan dari produk antaranya (gliserin) dan dicuci secara asam dengan metoda pencucian gelembung dari Universitas Idaho.
CH3ONa
Trigliserida
Metil ester
Gliserin
H O O H
H C C R1 R1 C OCH3 H C OH
H C C R2 O + H C OH
O R2 C OCH3 H C OH
H C C R3 O
H
H O R3 C OCH3
Skema Reaksi Kimia Ptransesterifikasi pada Minyak Jelantah
Proses kimiawi dalam teknologi sederhana konversi jelantah menjadi biodisel ini dapat dilakukan hanya dengan membangun sarana produksi sederhana. Infrastrukturnya dapat saja dimiliki oleh Koperasi Pedagang Gorengan ataupun Paguyuban Pedagang Gorengan, atau mungkin dibangun oleh para juragan pedagang gorengan. Adapun secara teknis tahapan dan langkah-langkah produksi (resep) adalah sebagai berikut :
1. Penyaringan.
Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran besar atau pengotor yang ada pada minyak. Minyak dipanaskan terlebih dahulu pada suhu sekitar 30-35oC lalu disaring dengan menggunakan saringan kopi atau teh, atau bisa juga menggunakan kain.
2. Penghilangan air.
Penghilangan air dalam minyak dilakukan dengan memanaskan minyak pada temperatur 120oC sampai tidak ada lagi gelembung. Lalu minyak tersebut didinginkan.
3. Pengambilan sampel.
Sampel dari bahan baku minyak bekas yang telah mengalami proses penghilangan air, diambil 1 mL untuk titrasi.
4. Titrasi.
Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah NaOH yang harus ditambahkan. Untuk bahan baku minyak baru, langkah titrasi ini tidak diperlukan. Satu mililiter sampel minyak bekas dilarutkan dalam 10 mL isopropil alkohol, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 %. Larutan ditambahkan dengan indikator fenolftalin beberapa tetes. Volume NaOH yang diperlukan untuk mengubah warna larutan adalah massa NaOH yang diperlukan.
5. Pembuatan Natrium Metoksida.
Untuk pembuatan natrium metoksida, 3,0-3,5 gram NaOH diperlukan untuk bahan baku yang berasal dari minyak baru, dilarutkan dalan gelas kimia yang berisi metanol sebanayak 10% dari volume minyak. Sedangkan untuk minyak bekas, ditambahkan dengan jumlah hasil titrasi. Larutan diaduk dengan bantuan pengaduk magnetik (magnetic stirrer).
6. Reaksi
Reaksi berlangsung selama 50-60 menit pada temperatur konstan dengan tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. memanaskan minyak pada temperatur 48-55oC dengan penangas parafin.
b. melakukan pengadukan dengan menggunakan motor pengaduk pada kecepatan 500-600 rpm.
c. setelah 50-60 menit, pemanasan dihentikan, tetapi pengadukan tetap diteruskan selama beberapa menit.
7. Pengendapan.
Pengendapan gliserin dilakukan dengan cara membiarkan larutan selama 12-20 jam agar terjadi pemisahan antara gliserin dan produk biodiesel. Pengendapan ini dilakukan dalam ruang pemanas atau inkubator pada temperatur diatas 38oC, untuk menjaga agar gliserin tidak memadat.
8. Pemisahan.
Pemisahan gliserin dengan biodiesel dilakukan dengan bantuan corong pemisah. Jika sulit untuk dipisahkan, maka semua larutan disertakan untuk reaksi tahap berikutnya.
9. Pencucian
Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan produk biodiesel dari kandungan gliserin, sabun, dan pengotor-pengotor lainnya. Pencucian dilakukan dengan cara menambahkan asam asetat pekat dan aquades pada biodiesel, serta dilakukan dengan bantuan udara tekan atau aerasi selama 5-6 jam. Asam asetat pekat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai pH biodiesel netral., sedangkan aquades yang ditambahkan sebanyak ± 50 % dari volume biodiesel. Metoda pencucian ini mengikuti “IDAHO BUBBLE WASHING METHOD” yang telah dikembangkan di Universitas Idaho. Setalah pencucian selama 5-6 jam, larutan dibiarkan selama 12-24 jam sampai air terpisah dari biodiesel. Kemudian dilakukan pemisahan berdasarkan massa jenis dengan menggunakan corong pemisah.
10. Pengeringan
Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalm biodiesel. Biodiesel dipanaskan pada suhu 100oC sampai tidak ada lagi gelembung air. Kemudian biodiesel didinginkan.
III.2 Biogasoline
III.2.1 Biogasoline
Is gasoline produced from biomass such as algae . Biogasoline adalah bensin dihasilkan dari biomassa seperti ganggang. Like traditionally produced gasoline, it contains between 6 ( hexane ) and 12 ( dodecane ) carbon atoms per molecule and can be used in internal-combustion engines . Diproduksi secara tradisional seperti bensin, mengandung antara 6 (heksana) dan 12 (dodecane) atom karbon per molekul dan dapat digunakan dalam mesin pembakaran internal. Biogasoline is chemically different from biobutanol and bioethanol , as these are alcohols , not hydrocarbons. Biogasoline secara kimiawi berbeda dari biobutanol dan bioetanol, karena ini alkohol, bukan hidrokarbon.
BG100, or 100% biogasoline, can immediately be used as a drop-in substitute for petroleum gasoline in any conventional gasoline engine , and can be distributed in the same fueling infrastructure, as the properties match traditional gasoline from petroleum. [ 1 ] Dodecane requires a small percentage of octane booster to match gasoline. Ethanol fuel ( E85 ) requires a special engine and has lower combustion energy and corresponding fuel economy . [ 2 ] BG100, atau 100% biogasoline, dapat langsung digunakan sebagai drop-in pengganti minyak bensin konvensional dalam mesin bensin, dan dapat didistribusikan dalam infrastruktur pengisian bahan bakar yang sama, seperti sifat-sifat tradisional pertandingan bensin dari minyak bumi. [1] Dodecane memerlukan persentase kecil octane booster untuk pertandingan bensin. ethanol bahan bakar (E85) memerlukan mesin khusus dan memiliki lebih rendah energi pembakaran dan terkait ekonomi bahan bakar. [2]
Companies such as Diversified Energy Corporation are developing approaches to take triglyceride inputs and through a process of deoxygenation and reforming (cracking, isomerizing, aromatizing, and producing cyclic molecules) producing biogasoline. Perusahaan-perusahaan seperti Diversified Energi Corporation yang mengembangkan pendekatan untuk mengambil input trigliserida dan melalui proses deoxygenation dan mereformasi (retak, isomerizing, aromatizing, dan menghasilkan molekul siklik) memproduksi biogasoline. This biogasoline is intended to match the chemical, kinetic, and combustion characteristics of its petroleum counterpart, but with much higher octane levels. Biogasoline ini dimaksudkan untuk mencocokkan kimia, kinetik, dan pembakaran minyak bumi karakteristik dari mitra, tetapi dengan tingkat oktan yang jauh lebih tinggi. Others are pursuing similar approaches based on hydrotreating. Lain mengejar berdasarkan pendekatan serupa hydrotreating. And lastly still others are focused on the use of woody biomass for conversion to biogasoline using enzymatic processes. Dan terakhir yang lain berfokus pada penggunaan kayu untuk konversi biomas biogasoline menggunakan proses enzimatik.